Minggu, 30 Agustus 2020

CHILD-FREE? PERNAH MERASA TAKUT MENJADI ORANG TUA DI MASA DEPAN? Bagian 1

 Assalamualaikum wr wb. 

Hai, kayanya lamaaa banget ngga update tulisan di blog ini yah wkwk aslik sok sibukkk banget aku. 


Pada postingan kali ini, aku mau bahas sesuatu yang beberapa hari terakhir cukup sering tiba tiba muncul di pikiranku. Yap! Tentang memiliki anak, tentang menjadi orang tua, dan pemikiran pemikiran serupa. Apa sih CHILD FREE itu? Apa dampaknya terhadap negara, utamanya pada sisi ekonomi dari sudut pandangku sebagai mahasiswa ekonomi?

Kalau kalian cukup aktif di media sosial Twitter, beberapa waktu terakhir banyak utas-utas yang membahas mengenai parenting, psikologis, dan yang cukup menyita perhatianku adalah topik inner child. Maybe, akan kubahas di postingan selanjutnya (yang tentu saja tidak tau kapan wkwk). Jadi aku persempit dulu di pembahasan mengenai gaya hidup bebas anak atau child free.

Sebelumnya, yang melatar-belakangi diriku membuat postingan ini adalah, aku sekarang...jobless secara indikator ekonomi. Yash, I do things like bantu riset, menulis, atau... mempersiapkan buat pendidikan selanjutnya. But really, I have issues rn about my existence. Kaya kalo kalian sering nonton Channel Youtube Cream Heroes dan tau kucingnya bernama ChuChu, yep! Kondisiku sekarang tidak jauh beda sama ChuChu alias aku punya krisis eksistensi di rumah sendiri :"D

Aku cukup lama ngga berada di rumah selama ini sejak tahun 2015. Terbiasa merantau membuat aku cukup berontak (tapi ya batin aja karena kalo beneran sudah didepak dari rumah) dan sering menangis karena ternyata, setelah lama di rumah aku semakin merasakan bahwa banyak hal, prinsip, atau pemikiranku yang sangat berbeda dengan orang tua. Kalian boleh percaya atau tidak mengenai pseudo science-zodiak- tapi yap sebagai Taurus, aku merasa kurang nyaman berada di rumah karena sering berdebat mengenai banyak hal dengan orang tua. Nah, clue pertamanya ini: rasa tidak nyaman dalam menyampaikan pendapat. 

Orang tuaku bisa dibilang otoriter (pada praktiknya, abang dan aku sangat ditekan pada subjek subjek tertentu). Aku merasa kurang nyaman untuk bercerita kepada orang tua, namun karena 'manusia' lain di rumah ini hanya ayah dan ibuku, maka mau tidak mau aku harus bercengkrama dengan beliau, kan? Sebagai anak perempuan, ragil (anak terakhir) aku merasa aku tidak punya kebebasan menyampaikan pendapat ataupun menyampaikan apa-apa yang kurasakan, termasuk juga memberikan saran kepada orang tua. Aku merasa kurang dilibatkan dalam beberapa keputusan mengenai keluarga. Kadang memang orang tua bercerita, namun aku merasa itu hanya sebatas memberi tahu saja tanpa ingin mendengarkan opini atau pandanganku. Awalnya, aku merasa maklum karena saat-saat awal pikiran itu muncul, aku masih SMA sehingga pandanganku tentang dunia juga kurang luas. Tapi sekarang, saat sudah lulus sarjana pun, orang tua tidak memberikan ruang untuk ikut memberikan keputusan meskipun itu pada subjek yang berkaitan dengan ekonomi (studiku saat kuliah). Jujur aku cukup takut bahwa ini akan berdampak pada kepribadianku di luar rumah, seperti terlalu malu mengutarakan pendapat, terlalu takut akan penghakiman orang lain, dan sejenisnya. Dan setelah aku mencoba untuk merenung, memang hal itu terjadi. Aku lebih mudah mengutarakan pendapat atau keluh kesah melalui tulisan daripada lisan (salah satunya, ya yang sedang kalian baca ini hahaha). Ada kalanya orang tua memberiku ruang untuk berbicara, namun akan ada sejutaaaaa kalimat yang akan selalu berusaha ditemukan oleh orang tua untuk mendebat atau menyanggahnya. Hal ini menimbulkan satu pertanyaan buat diriku sendiri,"Mampukah aku menjadi orang tua yang mau mendengarkan dan menghargai pendapat anaknya nanti?"

Beberapa hari lalu aku sempat memposting di status WhatsApp mengenai dampak anak yang sering dibentak dan mendapatkan kekerasan baik verbal maupun fisik yang termuat di salah satu utas di Twitter. Dalam utas tersebut, disebutkan bahwa anak yang terlalu sering dibentak dan dikerasi, akan terbentuk rasa kurang percaya diri, mudah kaget, dan gampang menangis atau tersinggung. Entah mengapa, saat aku membaca hal-hal seperti itu, memori mengenai 'tegas' dan 'keras'nya orang tua dalam mendidik jadi teringat kembali. Kadang, saat hal itu terjadi ada satu kalimat yang muncul di pikiran,"Bukan orang tua yang terlalu keras, kamunya yang lemah." Ada banyak hal yang terjadi yang tidak bisa aku ceritakan disini, tapi setiap aku memikirkan hal itu maka akan muncul pertanyaan kedua,"Sanggupkah aku menahan emosi dan amarah saat nanti aku menjadi orang tua? Apakah ada jaminan bahwa aku tidak akan melakukan hal 'serupa' terhadap anakku nanti?"

Orang tuaku semakin tua, namun yang kurasakan inner childnya semakin meronta. Kedua orang tuaku lahir dengan latar belakang yang berbeda, namun memiliki pesakitan yang hampir sama. Sedikit demi sedikit, hasil observasiku mengenai latar belakang orang tuaku bermuara pada satu kesimpulan: beliau mendidik kami seperti ini karena rasa-rasa sakit atau hal-hal yang seharusnya mereka dapatkan dari orang tuanya, tidak mereka terima :). 

Ada satu hal yang kusadari akhir-akhir ini sering muncul tiba-tiba, yang mana ngga bisa aku kendalikan: tiap ngeliat orang tua yang punya anak lebih dari dua selalu mikir,"Kesusahan ngga ya mereka punya anak tiga? Apa ngga berat dari sisi biaya dan pemenuhan kebutuhan anak? Ada ketimpangan kasih sayang ngga ya?" yang mana itu keluar secara ngga sadar aja, auto gitu (-___-") padahal kalau dipikir-pikir, bukan jadi urusan kita juga, ya kan? Entah deh, atau itu salah satu hal yang cukup aku pikirkan kali ya, tentang pemenuhan hak-hak anak. Jadinya, muncul deh pertanyaan ketiga,"Apa saja yang perlu aku persiapkan dalam hal memenuhi kebutuhan anak? Apa aku mampu untuk memberikan kasih sayang yang adil kepada mereka?"

Setelah berbagai hal di elaborasi, muncul satu ketertarikan mengenai gaya hidup child free atau membebaskan diri dari keterikatan dengan anak, baik itu anak kandung, anak asuh, ataupun anak angkat. Lebih lanjutnya, mungkin akan aku bahas di postingan selanjutnya, atau akan aku teruskan disini ;) see u :*

0 komentar:

Posting Komentar