Rabu, 25 Juli 2018

Analisis Perilaku Produsen dan Penawaran Gula di Indonesia


Assalamualaikum wr wb.


Yep, beberapa hari ini nganggur karena libur, so pengen aja berbagi sesuatu hahaha. Analisisnnya sederhana sekali, padahal seharusnya pakai ekonometri :( karena waktunya cukup mepet hehehe. Hopefully penelitian ini bisa diteruskan dengan alat yang sesuai wkwkwk. 

BTW, mohon untuk menyertakan referensi ya^^ even ini hanya makalah sederhana. 




BAB 1
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang
Dalam pasar setidaknya terdapat satu syarat, yakni adanya penjual dan pembeli. Dalam menentukan atau memperoleh harga, produsen dan konsumen melakukan interaksi hingga harga yang disepakati tercapai. Harga yang ada di pasar hasil interaksi antara konsumen dan produsen berpengaruh terhadap kuantitas barang, baik jumlah barang yang diminta maupun jumlah barang yang ditawarkan. Konsumen berusaha memaksimalkan utilitasnya dengan kendala anggaran yang ada, sedangkan produsen memaksimalkan laba atau meminimumkan biaya produksinya. Produsen berperan dalam memenuhi kebutuhan atau permintaan atas barang dan/jasa di pasar.
Dalam proses produksi, produsen melakukan dua perilaku. Perilaku pertama, produsen akan meminimalkan biaya produksinya. Kedua, produsen akan memaksimumkan laba yang diperoleh. Maki (2010) menyatakan bahwa dalam hal perilaku produsen, fungsi produksi berperan penting dimana fungsi produksi tersebut  menunjukkan hubungan antara input (tenaga kerja dan modal) dan output produksi. Disisi lain, fungsi biaya menentukan perilaku produsen lainnya. Fungsi biaya didapatkan dengan menggunakan prinsip minimisasi biaya dengan asumsi constant return to scale (skala hasil tetap). Dengan menggunakan fungsi pendapatan dan biaya, akan diperoleh fungsi laba, dimana laba maksimum diperoleh ketika marginal revenue sama dengan marginal cost.
Perilaku konsumen berkaitan erat dengan jumlah barang yang diminta di pasar, sedangkan perilaku produsen juga berdampak pada jumlah barang yang ditawarkan. Sesuai dengan hukum penawaran (Samuelson:2003) ketika harga barang meningkat maka jumlah penawaran barang akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa kurva penawaran bersifat upward sloping. Dalam laman Economic Discussion (2017), penawaran dipengaruhi oleh delapan faktor yaitu harga, biaya produksi, kondisi alam, teknologi, kondisi transportasi, harga faktor produksi dan ketersediaannya, kebijakan pemerintah, dan harga barang lainnya.
Salah satu komoditas yang harganya stabil namun cenderung fluktuatif adalah gula. Gula menjadi bahan baku di berbagai industri dan dikonsumsi juga pada tingkat konsumen rumah tangga. Tingginya kebutuhan gula dalam negeri sering berdampak pada kenaikan harga, yang tentunya berdampak pula terhadap ketersediaan penawarannya. Di Indonesia, gula menjadi salah satu komoditas yang dikonsumsi setiap hari, baik langsung maupun tidak langsung melalu bahan makanan atau minuman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abidin(2000); Susila(2005); Widayanti(2007) nilai koefisien elastisitas dari konsumsi gula berkisar antara 0,18-0,4 dimana nilai tersebut mengindikasikan bahwa gula adalah bahan pangan pokok dan tetap dikonsumsi meskipun harganya meningkat cukup signifikan. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap sisi penawaran gula, baik penawaran dari produsen lokal maupun kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan impor gula.
1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana kondisi penawaran gula di Indonesia?
1.2.2        Bagaimana perilaku produsen gula di Indonesia?

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Mengetahui kondisi penawaran gula di Indonesia.
1.3.2        Mengetahui perilaku produsen gula di Indonesia.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Landasan Teori
2.1.1 Perilaku Produsen
Menurut Oxford Dictionary produsen adalah seseorang, perusahaan, atau negara yang membuat, mengembangkan, atau menyuplai barang atau komoditas untuk dijual. Ginsburgh (2002) mendefinisikan produsen sebagai semua orang atau agent yang memaksimalkan labanya pada harga dan production set tertentu. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, terdapat perilaku-perilaku utama yang dilakukan oleh produsen. Perilaku produsen ini bisa bersifat input-orientation, output orientation dan profit maximization. Orientasi input adalah berfokus pada kombinasi minimum dari input untuk menghasilkan nilai output tertentu., sedangkan orientasi output tertuju pada kombinasi output dengan menggunakan input tertentu. Namun, meskipun terdapat output-orientation, perusahaan lebih memilih untuk melakukan profit maximization.


Terdapat beberapa asumsi untuk memudahkan pemahaman terkait perilaku produsen, diantaranya:
1.      Perusahaan hanya memproduksi satu barang
2.      Perusahaan telah memilih satu barang untuk diproduksi
3.      Perusahaan meminimumkan biaya yag terkait pada tingkat produksi tertentu
4.      Hanya terdapat dua input yang digunakan dalam produksi, yakni modal dan  tenaga kerja
Fungsi produksi berperan penting dalam proses produksi. Menurut Maki (2010) fungsi produksi menunjukkan hubungan antara input (tenaga kerja dan modal) dan output produksi. Menurut Stigler, fungsi produksi adalah istilah yang diberikan untuk menyatakan hubungan antara tingkat output dari jasa produktif dan tingkat output, sedangkan menurut Samuelson (2003) fungsi produksi adalah hubungan teknikal yang menyatakan jumlah maksimum output yang dapat diproduksi pada setiap atau set input tertentu dan pada tingkat pengetahuan atau teknologi tertentu.

Gambar 2.1
Hubungan Input, Fungsi Produksi, dan Output
Fungsi produksi biasa dideskripsikan ke dalam rumus berikut ini:
dimana:
Q = Output yang dihasilkan
K = Modal
L = Tenaga Kerja
Selain fungsi diatas, fungsi produksi yang juga sering digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglass.
Selain fungsi produksi, fungsi kedua yang penting dalam proses produksi adalah fungsi biaya. Biaya terbagi ke dalam dua jenis, yakni biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Produsen akan berusaha meminimalkan biayanya pada tingkat output tertentu. Secara umum biaya terdiri dari,
dimana
TC = Total Cost
FC = Fixed Cost
VC = Variable Cost
dimana:
C = Biaya atau cost
W = gaji
L = jumlah tenaga kerja
V = return
K = modal
Fungsi ketiga yang menunjukkan perilaku produsen adalah fungsi laba. Produsen juga akan memaksimalkan labanya pada tingkat output dan input tertentu. Fungsi laba dinyatakan sebagai berikut:
Dimana:
Π  = profit atau laba
Pq = Total revenue (harga dikali kuantitas)
C(q) = Biaya.
Laba maksimum akan diperoleh jika marginal revenue sama dengan marginal cost. Fungsi maksimisasi laba adalah:


2.1.2 Sisi Penawaran
Menurut Haryati (2007), kurva penawaran adalah kurva yang menghubungkan titik – titik kombinasi antara harga dengan jumlah barang yang diproduksi atau ditawarkan. Kurva penawaran merupakan garis pembatas jumlah barang yang ditawarkan pada tingkat harga tertentu. Kurva penawaran dapat didefinisikan sebagai kurva yang menunjukkan hubungan diantara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang ditawarkan. Apabila penawaran bertambah diakibatkan oleh faktor-faktor di luar harga, maka supply bergeser ke kiri atas. Jika berkurang kurva supply bergeser ke kiri atas. Terbentuknya harga pasar ditentukan oleh mekanisme pasar (Samuelson:2003).
Gambar 2.2
Pergeseran pada Kurva Penawaran
Sama seperti kurva permintaan, kurva penawaran dapat bergeser (Shifting of supply curve) dan bergerak di sepanjang kurva (movement along demand curve). Jika terjadi perubahan pada harga, maka kurva penawaran akan bergerak di sepanjang kurva. Jika terdapat perubahan pada faktor selan harga, maka kurva penawaran akan bergeser.

2.2 Penelitian Terdahulu

Nama
Judul
Keterangan
Ayu Dewi Anggraeni
Analisis Biaya Produksi dan Profitabilitas pada Pabrik Gula Kebon Agung Malang
Mengetahui berapa biaya produksi yang ada sebagai dasar dalam menentukan harga jual dan profitabilitas.
Apriawan, Dwi Candria, dkk. 2015.
Analisis Produksi Tebu dan Gula Di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero). 
Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi produksi gula.
-          Luas panen, rendeman, curah hujan meningkatkan produksi tebu dan gula.
-          Tenaga kerja yang meningkat mengurangi produktivitas gula.
Rumankova, Lenka Dan Lubos Smutka. 2013.
Global Sugar Market-The Analysis Of Factors Influencing Supply and Demand.
Faktor yang mempengaruhi penawaran gula di pasar global adalah nilai cadangan gula, harga gula, dan luas areal tebu.
Dendi Ramdani, dkk
Industri Update Volume 10 Mei 2016
Faktor penting yang menentukan kinerja perkebunan gula adalah produktivitas, sedangkan faktor risiko terpenting tebu atau gula adalah cuaca ekstrim yang mengancam hasil panen.



BAB 3
PEMBAHASAN



3.1 Kondisi Penawaran Gula di Indonesia
Gula menjadi salah satu bahan pangan utama di Indonesia. Gula di Indonesia sering digolongkan sebagai pangan produk hasil industri bersama beras, minyak goreng, dan tepung terigu. Menurut Rumankova dan Smutka (2013) faktor yang mempengaruhi penawaran gula di pasar global adalah nilai cadangan gula, harga gula, dan luas areal tebu. Di sisi lain, berdasarkan Outlook Pangan 2015-2019, produksi gula di Indonesia ditentukan oleh luas area tebu yang digiling, produktivitas tebu (ton tebu/ha), dan rendeman berupa persentase gula yang diperoleh per bobot tertentu. Ketiga hal ini saling berkorelasi positif, dimana semakin besar luas area tebu yang digiling, semakin besar nilai rendemen, dan semakin tinggi produktivitasnya maka gula yang dihasilkan akan semakin tinggi.
Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian Prabowo dan Sakti yang menyatakan bahwa luas lahan tebu berpengaruh positif terhadap gula di Jawa Timur namun tidak signifikan secara statistik dengan nilai 1,14. Produksi tebu juga berpengaruh positif dan signifikan sedangkan rendeman berpengaruh positif namun tidak signifikan. Menurut Apriawan,dkk (2015) faktor produksi luas panen tebu, rendeman tebu, jumlah curah hujan akan meningkatkan produksi gula. Peningkatan tenaga kerja justru berdampak pada penurunan produksi gula.  Selain faktor faktor yang disebutkan diatas, terdapat faktor faktor eksternal yang mempengaruhi harga dan kuantitas penawaran tebu, seperti preferensi konsumen yang meningkat ke gula berkualitas lebih tinggi yang mengakibatkan produsen gula harus melakukan inovasi atau peningkatan teknologi dan gaya hidup sehat berupa pola hidup sehat mengurangi konsumsi gula. Pada publikasi Industri Update, faktor penting yang menentukan kinerja perkebunan gula adalah produktivitas, sedangkan faktor risiko terpenting tebu atau gula adalah cuaca ekstrim yang mengancam hasil panen.
Di Indonesia, gula umumnya terbagi menjadi dua jenis, yakni gula rafinasi dan gula kristal putih. Gula kristal putih di Indonesia diproduksi oleh 17 perusahaan yang terdiri dari 8 perusahaan BUMN dan 9 perusahaan swasta. Berikut ini adalah tabel produsen GKP di Indonesia beserta kapasitas produksinya serta nilai produksi gula kristal putih di Indonesia:



Tabel 3.1
Produsen Gula Kristal Putih dan Kapasitasnya (ton cane per day) di Indonesia
              Sumber: AGI 2014
Tabel 3.2
Produksi Gula Kristal Putih di Indonesia

Sumber: AGI (2014)
Dari tabel diatas,  dapat diketahui bahwa nilai produksi gula kristal putih terbesar pada tahun 2012, namun nilai produktivitas tertingginya pada tahun 2008. Nilai produksi gula kristal putih terus menurun sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 dan meningkat pada tahun 2012 namun kembali menurun pada tahun 2013. Penyebab nilai produksi gula kristal putih pada tahun 2012 besar adalah nilai rendemen sebesar 8,13, terbesar diantara tahun 2008-2013. Dari sisi produksi tebu, faktor yang menentukan adalah agroklimat.
Selain produksi, harga juga mempengaruhi penawaran. Harga gula di tingkat eceran memiliki paritas atau jarak yang cukup besar dengan harga lelang. Berikut tabel mengenai harga di tiap pos distribusi atau supply chain gula kristal putih:


Tabel 3.3
Harga Pasar Gula Kristal Putih Tahun 2008-2013

Sumber: AGI (2014) dalam Outlook Pangan 2014-2019
Berdasarkan tabel diatas, margin antara harga pokok penjualan dengan harga eceran gula putih mencapai 3884 rupiah. Di tahun 2014-2019, diproyeksikan nilai HPP gula kristal putih memiliki margin sebesar 1500 rupiah dengan harga lelang.
Dari kedua tabel diatas, dapat diketahui kondisi penawaran gula di Indonesia. Nilai produksi gula terbesar berada pada tahun 2012. Jika disesuaikan dengan hukum penawaran, maka seharusnya ketika harga meningkat maka nilai produksi akan meningkat. Harga pokok penjualan gula terus mengalami kenaikan, namun tidak diiringi dengan kenaikan harga lelang yang cenderung fluktuatif. Pada tahun 2008 hingga 2010 harga lelang terus meningkat, namun jumlah produksi gula justru menurun. Jika diasumsikan faktor lain tetap, maka pada kurun waktu tersebut kondisi penawaran gula tidak sesuai dengan hukum penawaran. Pada tahun 2012 harga lelang mengalami kenaikan cukup besar hingga 1600 rupiah. Harga tersebut tidak diiringi dengan kenaikan produksi gula yang meningkat. Kenaikan harga disebabkan karena ketersediaan gula di pasaran sedikit.

3.2 Perilaku Produsen Gula
Dalam proses produksi, kuantitas barang yang diproduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap output yang dihasilkan adalah biaya input. Semakin besar biaya input, maka produsen akan mengurangi nilai produksinya, terutama pada barang yang memiliki nilai elastisitas tertentu. Biaya input juga mempegaruhi nilai produksi gula di Indonesia. Biaya input menjadi salah satu faktor penentu jumlah produksi dan harga. Semakin besar kenaikan pada biaya input, maka harga akan meningkat. Hal ini dibuktikan dengan nilai HPP gula pada tabel 3.2 diatas, dimana harga pokok penjualan yang terus meningkat mengakibatkan nilai produksi gula yang terus menurun.
Anggraeni (2013) melakukan penelitian terhadap biaya produksi dan profitabilitas salah satu produsen gula di Indonesia, yakni PG Kebon Agung di Malang, Jawa Timur. Berikut ini data mengenai biaya input utama gula (tebu) di PG Kebon Agung Malang:


Tabel 3.4
Biaya Input Tebu PG Kebon Agung Malang Tahun 2010-2012

Tabel 3.5
Target Produksi dan Realisasinya PG Kebon Agung Malang Tahun 2010-2012

Tabel 3.6
Anggaran dan Relaisasi Penjualan PG Kebon Agung Malang Tahun 2010-2012

Ketiga tabel diatas menunjukkan biaya input tebu dan realisasi penjualan gula kristal putih di PG Kebon Agung Malang. Dari data diatas, diketahui bahwa peningkatan biaya input tebu diiringi dengan peningkatan produksi gula dari tahun ke tahun. Nilai realisasi penjualan juga meningkat dari tahun 2010-2012. Namun, nilai nilai tersebut tidak memenuhi target yang PG Kebon Agung Malang telah anggarkan atau targetkan.




BAB 4
PENUTUP


4.1 Kesimpulan
Luas panen tebu, rendeman tebu, jumlah curah hujan akan meningkatkan produksi gula. Peningkatan tenaga kerja justru berdampak pada penurunan produksi gula.  Selain faktor faktor yang disebutkan diatas, terdapat faktor faktor eksternal yang mempengaruhi harga dan kuantitas penawaran tebu, seperti preferensi konsumen yang meningkat ke gula berkualitas lebih tinggi yang mengakibatkan produsen gula harus melakukan inovasi atau peningkatan teknologi dan gaya hidup sehat berupa pola hidup sehat mengurangi konsumsi gula. Nilai produksi gula kristal putih terbesar pada tahun 2012, namun nilai produktivitas tertingginya pada tahun 2008. Harga gula di tingkat eceran memiliki paritas atau jarak yang cukup besar dengan harga lelang.
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap output yang dihasilkan adalah biaya input. Semakin besar biaya input, maka produsen akan mengurangi nilai produksinya, terutama pada barang yang memiliki nilai elastisitas tertentu. Pada contoh perusahaan gula PG Kebon Agung Malang, peningkatan biaya input searah dengan peningkatan produksi dan penjualan, namun ketiganya tidak sesuai dengan anggaran atau target yang telah dibuat.



RUJUKAN



Anggraeni, Ayu Dewi. 2013. Analisis Biaya Produksi dan Profitabilitas pada Pabrik Gula Kebon Agung Malang. Malang:FEB Universitas Brawijaya.

Apriawan, Dwi Candria, dkk. 2015. Analisis Produksi Tebu dan Gula Di PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero).  Jurnal Agro Ekonomi Vol. 26/No. 2, Desember 2015. Yogyakarta:Universitas Gajah Mada.

Ferguson, C.E. 1970. Neoclassical Theories fd Production and Distribution. United Kingdom:Cambridge University Press.

Ginsburgh, Victor. 2002. The Structure of Applied General Equilibrium Models. MIT Press.

https://sites.google.com/site/economicsbasics/production-function

Kementerian Perdagangan. 2014. Analisis Outlook Pangan 2015-2019. Jakarta.

Maki, Atsushi. 2010. Introduction to Estimating Economic Models. Amerika:Routledge

Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus. 2003. Ilmu Mikroekonomi. New York:Media Global

Rumankova, Lenka Dan Lubos Smutka. 2013. Global Sugar Market-The Analysis Of Factors Influencing Supply and Demand. Acta Universitatis Agriculturae Et Silviculturae Mendelianae Brunensis Volume LXI. Czech Republic:Mendel University





0 komentar:

Posting Komentar